SIAK (FI)-Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf), Sandiaga Uno telah mengumumkan hasil kurasi 100 desa wisata terbaik nasional, Anugrah Desa Wisata Indonesia (ADWI) 2022. Satu di antara desa wisata di Riau yang lolos kurasi adalah Desa Wisata Dayun, Kabupaten Siak.
Pada ajang ADWI 2022, Desa Wisata Dayun telah bersaing ketat dengan 3.419 desa wisata di Indonesia. Selain Desa Wisata Dayun, Desa Wisata Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis dan Desa Wisata Bangko Mukti, Kabupaten Rokan Hilir juga lolos 100 besar nasional.
Kurasi ADWI 2022 melibatkan kurator yang dibentuk oleh Kemenparekraf. Penilaian berdasarkan 7 kategori penilaian klasifikasi desa wisata dan kelengkapan data melalui laman Jadesta.
Adapun kategori penilaiannya yaitu, Daya Tarik Pengunjung, Homestay, Digital dan Kreatif, Souvenir, Toilet Umum, CHSE, dan Kelembagaan Desa.
Menparekraf Sandiaga menjelaskan, Anugerah desa wisata Indonesia 2022 merupakan salah satu program unggulan dari kemenparekraf. Kegiatan ini bertujuan untuk mewujudkan desa wisata yang berkelas dunia berdaya, saing global, dan berkelanjutan untuk Indonesia Bangkit.
“Selamat saya ucapkan kepada 100 besar desa wisata Anugerah Desa Wisata Indonesia 2022. Jadikan pencapaian ini sebagai motivasi untuk terus tetap mengembangkan desa wisata yang berkualitas dan berkelanjutan untuk Indonesia bangkit,” kata Sandiaga Uno dalam keterangan resmi di kanal YouTube Jadesta, Sabtu (23/4) malam.
Sementara itu, Penghulu Dayun, Nasya Nugrik mengatakan, Kampung Dayun sebelumnya merupakan desa tertinggal. Namun, saat ini kategori desa ini telah menjadi desa mandiri.
Ia mengucapkan terima kasih kepada Kemenparekraf yang telah membuat ajang ADWI 2022. Menurutnya program itu bisa menjadi cambuk motivasi pengelola desa wisata di seluruh Indonesia.
“Alhamdulillah, Desa Wisata Dayun telah lolos 100 besar Anugerah Desa Wisata 2022. Semoga niat untuk menjadi lebih baik ini bisa tercapai, sehingga pariwisata di Riau bisa semakin dikenal di tingkat nasional. Untuk itu kami berharap dukungan semua pihak untuk memajukan sektor pariwisata ini agar lebih baik lagi,” kata Nasya Nugrik, ketika dihubungi Minggu (24/4).
Desa Wisata Dayun telah memiliki objek wisata Kawasan Embung Terpadu. Di destinasi ini telah memiliki sejumlah wahana. Adapun sejumlah wahana di Kawasan Embung Terpadu di antaranya adalah, flyingfox, shaking bridge, monkey bridge, mini outbond sepeda air, kereta putar, mobil remote dan permainan tradisional.
Sejak dibuka pada bulan Juni 2021 lalu, jumlah kunjungan wisatawan lokal yang datang ke destinasi ini bisa mencapai ribuan orang per bulannya. Setiap hari libur wisatawan datang silih berganti mulai dari pagi hingga sore hari, dengan pengawasan dan imbauan harus mematuhi protokol COVID-19.
“Kami mulai bangkit sejak tahun 2021. Sebelumnya pada tahun 2020 kami tak ada aktifitas sama sekali. Tutup lantaran kasus pandemi COVID-19 sangat tinggi. Setelah level PPKM turun, akhirnya kami membuka kembali objek wisata ini.
Diungkapkan dia, untuk 1 wahana (flying fox), pada hari minggu bisa meraup omset 3 juta rupiah. Paling rendah bisa menghasilkan 700 ribu rupiah. Jumlah penghasilan ini didapat dalam jangka waktu satu hari saja, khusus hari libur.
“Jumlah pendapatan ini belum ditambah lagi dengan pemasukan dari wahana lainnya. Hasilnya dibagi untuk Pokdarwis dan Desa,” ucap Penghulu Nasya.
Ia membeberkan, keyakinan atau dasar percaya dirinya untuk membuat kawasan wisata ini adalah dari data jumlah penduduk Desa Dayun yang mencapai 12.000 jiwa.
“Jika dalam satu bulan ada satu persen warga yang merasa jenuh dan butuh rekreasi, artinya sedikitnya ada 120 orang yang akan berkunjung ke objek wisata kawasan embung terpadu. Jumlah ini baru untuk satu desa, belum lagi penduduk desa lainnya yang ingin datang berwisata,” bebernya.
“Akhirnya kita bangunlah kawasan ini dengan menggunakan dana desa. Kami juga telah membuat Peraturan Desa (PerDes) tentang Pendapatan Asli Desa (PAD) dan Aset Desa. Nilai investasi di kawasan wisata ini sudah mencapai 2 miliar rupiah,” ungkapnya.
Ia juga menceritakan, bahwa perjuangan pembangunan kawasan wisata ini melalui perjuangan keras. Mulai dari sengketa pemanfaatan lahan, meyakinkan pemerintah daerah untuk mendukung pengembangan kawasan wisata, dan menggerakan masyarakat sadar wisata.
“Pertama yang dilakukan mengamankan aset. Dulu tanah di sini lama terlantar. Lalu, kami minta ke Pemerintah Kabupaten Siak untuk dihibahkan ke desa,” ujar Nasya.
Kemudian, Nasya berusaha meyakinkan perangkat BPBD untuk menjadikan kawasan embung ini untuk jadi objek wisata. Selanjutnya, ia berusaha mengajak warga setempat untuk menjadi masyarakat sadar wisata.
“Alhamdulillah saat ini bisa berjalan lancar dan bisa mendapatkan pendapatan warga dan PAD,” jelasnya.
Nasya mengungkapkan, bahwa pengerjaan pembangunan aksesibilitas dan amenitas objek wisata Embung Terpadu Desa Dayun melibatkan warga desa setempat. Anggaran pembiayaannya ia dapatkan melalui Dana Padat Karya Tunai Desa yang dianggarkan dari pemerintah pusat.
“Kalau melibatkan warga setempat pasti pengerjaannya akan lebih baik. Karena warga itu sendiri yang akan memanfaatkan hasil pembangunan itu. Tapi kalau kita tenderkan ke pihak lain, takutnya kualitas hasil pengerjaannya kurang bagus,” tandas Nasya.(FI/mcr)